Sabtu, 27 Desember 2008
Kajian di Sendowo, Kompleks UGM
Hidup bermodalkan intelektualitas semata tidaklah cukup bagi seorang mahasiswa atau veteran (alumni, red). Untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup, yaitu kebahagiaan di dalam hati, perlu siraman-siraman ilmu yang akan menentramkan jiwanya. Hidup yang dikelilingi oleh limpahan harta tidak akan mampu memberikan kebahagiaan yang abadi, namun mempunyai titik klimaks tertentu yang jika seseorang telah merasa hampa hidupnya di tengah-tengah dunianya, maka barulah ia kelimpungan mencari kebahagiaan yang selama hidupnya hilang, yaitu haus akan siraman-siraman ilmu yang akan mendekatkan dirinya kepada sang Pencipta.
Kebutuhan seseorang akan ilmu adalah melebihi dari kebutuhannya terhadap makan dan minum, karena manusia membutuhkan ilmu (agama) adalah pada setiap desah nafasnya.
Dengan adanya kesempatan untuk menuntut ilmu melalui kajian-kajian yang diadakan oleh penyelenggara kajian bermanhaj ahlussunnah wal jama’ah dengan pemahaman para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, yang salah satunya adalah Kajian di Sendowo, maka hadirilah dan ikuti kajian-kajian yang diadakan tersebut agar senantiasa setiap apa yang kita lakukan adalah amalan yang terbimbing di atas kebenaran (haq).
Jadwal dapat dilihat pada pamflet dengan meng-copy image tersebut. Atau jika file kurang besar bisa meng-copy file di halaman bawah blog ini.
Logo Pos Indonesia versi wildantdesign
Sabtu, 06 Desember 2008
Lomba Desain Logo PT Pos Indonesia (Persero)
KETENTUAN DAN PERATURAN LOMBA DESAIN LOGO PT POS INDONESIA
Persyaratan Peserta
• Terbuka untuk umum, WNI, perorangan maupun kelompok, kecuali panitia, dewan juri dan keluarganya.
• Tidak dipungut biaya pendaftaran
• Peserta melampirkan identitas diri (fotokopi KTP)
• Peserta wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan keaslian ide (bisa didownload di www.posindonesia.co.id)
Kriteria Logo
• Logo berupa logogram dan logotype (gabungan keduanya)
• Logo adalah karya asli, bukan jiplakan atau contekan
• Logo harus mencantumkan text POS INDONESIA
• Logo harus dapat mengkomunikasikan misi dari PT POS INDONESIA
• Penampilan logo sederhana, mudah diingat & diterapkan pada berbagai kemungkinan teknik dan media, baik 2 dimensi maupun 3 dimensi
• Logo belum pernah dipublikasikan / disayembarakan
• Semua karya yang dikirimkan menjadi milik panitia
• Dewan Juri dan PT POS INDONESIA berhak melakukan perubahan desain bila diperlukan dan pemenang wajib melakukan revisi perubahan
Jadwal Penerimaan dan Penjurian
• Batas akhir penerimaan logo adalah tanggal 10 Desember 2008
• Penjurian Tahap 1 dilakukan tanggal 15 - 17 Desember 2008
• Penjurian Tahap 2 dilakukan tanggal 19 - 20 Desember 2008
• Panitia & Dewan juri tidak melayani surat menyurat pada lomba ini.
• Keputusan juri tidak bisa diganggu gugat
• Semua karya menjadi hak milik PT POS INDONESIA
Dewan Juri
1. Dr. I Ketut Mardjana (Wakil Dirut PT Pos Indonesia)
2. Narga Habib (Brand Consultant/Praktisi Periklanan)
3. Hakim Lubis (Creative Director/Praktisi Periklanan)
4. Drs. Indarsjah Tirtawidjaja (Dosen & Anggota Kelompok Keahlian KOMUNIKASI VISUAL dan MULTIMEDIA (KVMM) FSRD ITB, Dekan Fakultas Komunikasi Visual (FDKV) Universitas Widyatama)
5. Dr. Priyanto Sunarto (Pengajar DKV ITB)
Penentuan Penilaian
• Orisinalitas karya
• Relevansi logo dengan misi PT POS INDONESIA
• Unsur estetika
• Pengaplikasian logo pada berbagai media
Hadiah
• Satu (1) pemenang Utama berhak mendapat hadiah berupa: 1 (satu) unit Grand Livina + Piagam Penghargaan
• Empat (4) pemenang Hiburan berhak mendapat hadiah masing - masing berupa: 1 (satu) unit macbook + Piagam Penghargaan
• Pajak, transportasi dan akomodasi ditanggung pemenang.
Ketentuan Teknis
• Peserta dapat mengirimkan maksimal 2 alternatif logo
• Logo harus memiliki warna korporat PT. POS INDONESIA
• Identitas peserta (Nama, Alamat, Pekerjaan, No telpon) ditempel di kanan bawah belakang karya.
• Konsep diketik di kertas A3, 1,5 spasi dan ditempel di bagian belakang desain logo utuh.
• Menyertakan CD file desain logo dalam format CMYK:
- Folder Logo Asli: Corel Draw/Freehand/Illustrator
- Folder Presentasi: JPEG 300 dpi (high quality)
- Folder Konsep Logo: Ms Word
• Lampirkan surat pernyataan yang berisi keterangan orisinalitas logo yang ditandatangani di atas meterai Rp.6000,-
• Semua dokumen dimasukkan ke amplop coklat tertutup tidak boleh dilipat, dikirimkan ke:
Panitia Sayembara Logo PT POS INDONESIA
PO BOX: LOMBA DESAIN LOGO BANDUNG 40000
• Untuk keterangan lebih lanjut, peserta dapat mendownload informasi di sini: peraturandanlampiranlombalogoptposindonesiax1.
Pengumuman pemenang akan dipublikasikan pada surat kabar Kompas, 27 Desember 2008 dan www.posindonesia.co.id
Senin, 27 Oktober 2008
Seri Pengembangan Diri
Menjadi mahasiswa bukan berarti menjadi manusia bertahtakan kebebasan sebagaimana yang sering didengungkan ketika seorang murid SMA hendak menapaki dunia kampus. Dunia kampus bukanlah dunia kebebasan seorang manusia dimana ia bebas memilih dunia masa depannya. Memang benar jika dikatakan bahwa hidup ini adalah pilihan. Memilih apakah setelah menjadi mahasiswa seseorang itu hendak menjadi baik atau buruk, intelek atau awam, agamis atau hedonis, creator atau follower, inventor atau destroyer, pengejar cita-cita atau pengkhayal, dan berbagai macam pilihan hidup lainnya. Tentunya pilihan-pilihan tersebut jika dilihat dengan kacamata nurani manusia yang masih bersih pada dasarnya bukanlah pilihan. Namun, seorang manusia yang ingin sukses kehidupan dunia dan akhiratnya wajib memilih pilihan pertama diantara pilihan-pilihan di atas. Saya adalah manusia yang baik, intelek, agamis, creator, inventor, pengejar cita-cita, dan pilihan-pilihan lain yang membangun diri dan karakter kita sebagai manusia produktif.
Yang perlu dicatat sebelum melanjutkan membaca artikel ini, bahwasannya artikel ini bukanlah semata-mata hendak ditujukan bagi murid SMA yang akan menapaki dunia kampus, atau mahasiswa yang baru saja mencium aroma dunia kampus, tetapi artikel ini ditujukan bagi siapa saja yang tertarik dengan pencapaian karakter diri seorang mahasiswa yang sukses. Termasuk mahasiswa tengah semester, semester akhir, atau yang telah bergelar mantan mahasiswa.
Seorang yang ingin sukses dan berprestasi dalam menggapai kehidupan, baik dunia maupun akhirat, harus mempunyai misi hidup yang dibimbing oleh dinul haq. Misi hidup merupakan awal dan buah dari fantasi dan mimpi besar yang disebut visi. Misi merupakan penerjemahan visi, fantasi, dan mimpi besar kita. Visi adalah perasaan bahwa kita ditantang oleh dunia untuk membuat jejak langkah kita di sana, melalui kekuatan ide, kepribadian, sumber diri dan keinginan kita. Visi adalah perasaan yang komprehensif tentang posisi, arah, dan cara hidup untuk meraih tujuan, dan apa yang akan kita lakukan ketika tujuan kita raih.
Dalam buku motivasi “10 Kebiasaan Muslim yang Sukses” karya Dr. Ibrahim bin Hamd Al-Qu’ayyid disebutkan bahwa menuliskan misi hidup adalah dengan berorientasi dan bertolak belakang pada tiga hal, yaitu kualitas iman, kualitas kerja (keahlian, produktifitas, dan profesionalisme), serta kualitas hubungan positif dengan orang lain.
Iman menjadi perhatian pertama yang mau tidak mau harus dipegang sebagai prinsip. Iman yang di dalamnya mencakup tauhid kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala harus menjadi barometer langkah kita ke depan. Bagaimana tidak, setiap visi dan misi yang kita hujamkan di dalam benak kita tidak diperkenankan menabrak sendi-sendi tauhid. Tidak diperkenankan melanggar syari’at meskipun sebesar debu yang kecil dinilai oleh mata manusia. Misal saja, seseorang mempunyai visi menjadi entrepreneur/wirausahawan muslim berkelas dunia. Namun dalam pencapaian misinya, karena meninggalkan ilmu (dien) dan sibuk dengan urusan dunianya (visi hidupnya), akhirnya ia lalai dalam menjalankan misinya dengan menempuh jalur-jalur keuangan ribawi dengan alasan kemudahan transakasi. Dalam hal ini, berarti ia tidak konsisten dalam menjalankan misinya guna meningkatkan kualitas iman kita kepada sang Khaliq.
Tidak diragukan lagi, berarti iman merupakan penunjuk grafik yang sensitif dalam hidup kita. Kadang-kadang grafiknya naik disebabkan oleh ilmu dan ibadah, tetapi di saat lain turun disebabkan oleh kelalaian dan sikap meremehkan. Inti barometer semangat tidaknya seseorang dalam mencapai puncak prestasi adalah penunjuk grafik tersebut yang dipacu untuk terus bergerak naik, kemudian mencari metode serta cara guna menjaga gerakan konstan grafik tersebut agar terus naik dari bawah ke atas.
Adapun kualitas kerja, yang erat kaitannya dengan sektor pekerjaan atau keahlian adalah mencakup pekerjaan atau tugas yang kita kerjakan untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain. Tingkat produktifitas dalam bekerja menjadi penunjuk grafik yang kedua dalam kebiasaan mencapai misi hidup sebagai upaya mencapai puncak prestasi.
Orang yang tidak berubah dan tetap berada pada tingkat standar (rendah)nya dalam bekerja, atau dalam produktifitas, atau dalam tugas-tugasnya, dan tidak mau berusaha mengembangkan dan meningkatkan kualitas dirinya maka dia akan tetap berada pada posisi tertentu, atau tugas tertentu, atau penghasilan tertentu yang tidak mungkin berkembang. Adapun orang yang cekatan dan memiliki mobilitas tinggi, yang menekuni pekerjaannya untuk merealisasikan hasil kerja terbaik, maka dia akan terus belajar, selalu menjaga profesionalisme, terus mencari peluang untuk meningkatkan produktifitasnya.
Hubungan sosial adalah persoalan penting dalam hidup manusia. Bahkan tidak bisa digambarkan wajah kehidupan ini tanpa adanya hubungan sosial yang terus menerus dengan sesama. Di rumah, kampus, kos-kosan, masyarakat secara umum kehidupan kita tidak lain adalah sekumpulan hubungan sosial, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Ketika hubungan sosial itu positif, fungsional, dan harmonis maka hidup kita menjadi lebih banyak memberi, produktif, dan penuh kerelaan.
Jadi, tiga hal di atas harus saling berkait tanpa meninggalkan satu diantara yang lainnya. Namun yang perlu diingat, visi dan misi hidup tidak cukup hanya diingat didalam benak kita. Ia harus dituangkan dalam tulisan dan digoreskan dengan pena, sehingga menghujam dan senantiasa teringat dalam benak kita. Dengan itu, semangat dalam menjalankan misi guna mewujudkan visi yang kita targetkan akan benar-benar terarah dan tidak terlupakan ketika kita disibukkan dengan urusan-urusan kehidupan yang lain.
Contoh misi hidup dari seseorang mahasiswa yang mempunyai visi menjadi Cendekiawan Muslim yang tangguh:
1.Ikhlas beribadah kepada Allah Ta’ala dan ittiba’ (mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam) dalam melaksanakan ketaatan kepada-Nya.
2.Menuntut ilmu dien dengan istiqomah di samping menuntut ilmu dunia (kuliah), dengan mempelajari kitab para ulama salafush shalih, kemudian beramal dengannya.
3.Menguasai Bahasa Arab sebagai bekal memahami dinul Islam.
4.Memenej waktu untuk tekun dalam kuliah dan menjaga kontinyuitasnya.
5.Berorganisasi dan bersosial dengan masyarakat kampus dan tempat tinggal (kos).
6.Mencari informasi dunia kerja sejak dini guna memacu semangat berprestasi dalam belajar.
7.Melatih diri berwirausaha secara sederhana guna menempa kepribadian yang tangguh.
8.Berakhlak yang baik kepada orang lain dengan sesuatu yang saya senang ketika mereka memperlakukan saya.
Tidak mudah memang menjalankan misi untuk menjadi seorang yang sukses dunia akhirat. Semuanya membutuhkan pengorbanan dan kekuatan yang utuh, bukan dengan sekedar mengkhayal tanpa action. Sesungguhnya besarnya balasan sesuai dengan besarnya ujian. Jadi usaha yang keras dan sungguh-sungguh insya Allah akan membuahkan hasil yang menakjubkan pula. Sesungguhnya manusia hanyalah hamba yang mampu merencanakan, adapun hasilnya kita serahkan kepada Allah Ta’ala.
Apakah sekarang sudah siap beraksi dengan visi misimu? Segera ambil pena dan tuliskan visi misimu saat ini juga jika belum mempunyai. Atau bagi yang ingin memperbaharui visi misi yang telah ada, jangan tunda sampai besok! Jangan lupa untuk menempelkannya di dinding kamarmu atau simpan di dalam dompetmu agar senantiasa teringat ketika membacanya.
(Abu Hammam Wildan Salim. Sumber utama: Buku “10 Kebiasaan Muslim yang Sukses” karya Dr. Ibrahim bin Hamd Al-Qu’ayyid, Penerbit ELBA, dengan beberapa penambahan. Tulisan ini terkhusus saya tujukan untuk saudaraku yang senantiasa semangat menuntut ilmu dien dalam kesibukan kuliahnya. Dan saya berdoa, semoga ia dapat menempuh kuliah di Madinah bersama para ulama.)
Jumat, 03 Oktober 2008
Idul Fitri
Ramadhan telah berlalu, semoga semangat ibadah di Bulan Ramadhan yang lalu tetap terpatri di bulan-bulan berikutnya. Taqobbalallahu minna wa minkum. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Semoga amal ibadah puasa kita diterima Allah subhanahu wa ta'ala.
Kalau ada ketupat ayam, jangan makan ketupat doang, ya iyya lah, ya iyya dong, rugi dong, ada makanan enak cuma bengong. :)
Minggu, 07 September 2008
Fiqih dan Muamalah
Disadur dari Muslim.or.id tanggal 7 September 2008
Hukumnya
Alloh Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al Baqoroh: 183)
Umat Islam telah bersepakat tentang wajibnya puasa Romadhon dan merupakan salah satu rukun Islam yang dapat diketahui dengan pasti merupakan bagian dari agama. Barang siapa yang mengingkari kewajiban puasa Romadhon maka dia kafir, keluar dari Islam.
Keutamaannya
“Orang yang berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan mengharap pahala dari Alloh maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits Qudsi, “Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
“Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Alloh pada hari kiamat daripada bau misk/kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan bukanya dan ketika bertemu Alloh mereka bergembira karena puasanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak masuk melalui pintu tersebut seorang pun kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak masuk melalui pintu tersebut seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kewajiban Berpuasa Romadhon Dengan Melihat Hilal
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpuasalah karena melihat hilal Romadhon, berhari raya-lah karena melihat hilal Syawwal. Jika hilal tertutupi mendung maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (Muttafaqun ‘alaih. Lafazh Muslim)
Dengan Apa Bulan Romadhon Ditetapkan ?
Bulan Romadhon ditetapkan dengan melihat hilal meskipun dari satu orang yang sholih atau dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhu berkata, “Banyak orang berusaha melihat hilal. Kemudian aku mengabarkan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bahwa aku sungguh-sungguh melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa.” (Shohih. Al Irwa’)
Jika hilal tidak dapat dilihat karena mendung atau sejenisnya maka bulan Romadhon ditetapkan dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Untuk awal bulan Syawwal tidak boleh ditetapkan kecuali dengan persaksian dua orang. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika ada 2 orang muslim bersaksi, maka berpuasalah dan berhari raya-lah kalian.” (Shohih. Shahih Ibnu Majah)
Catatan:
Barang siapa yang melihat hilal seorang diri maka tidak boleh berpuasa sampai masyarakat berpuasa, dan tidak boleh berhari raya sampai masyarakat berhari raya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Berhari raya adalah hari di mana kalian semua berhari raya. Dan berkurban adalah hari di mana kalian semua berkurban.” (Shohih. Shahih Al-Jami’ Ash-Shoghir. At Tirmidzi berkata, “Sebagian ahlul ‘ilmi menafsirkan hadits ini dengan mengatakan, ‘Maknanya bahwa puasa dan hari raya adalah bersama jama’ah [pemerintah kaum muslimin, pent] dan mayoritas manusia [masyarakat, pent].’”)
Siapa yang Diwajibkan Berpuasa ?
Ulama bersepakat bahwa puasa diwajibkan atas orang Islam, berakal, sudah baligh, sehat dan tidak sedang bepergian. Bagi wanita harus tidak dalam keadaan haid dan nifas. (Fiqh Sunnah). Jika ada orang sakit dan musafir tetap berpuasa, maka puasanya sah. Karena bolehnya berbuka bagi keduanya adalah keringanan/rukhshoh, maka jika keduanya tidak mengambil rukhsokh-nya maka itu juga hal yang baik.
Mana yang Lebih Utama, Berbuka atau Berpuasa ?
Jika orang sakit dan musafir tidak menemukan kesulitan untuk berpuasa, maka berpuasa lebih utama. Namun jika keduanya menemukan kesulitan untuk berpuasa, maka berbuka lebih utama.
Abu Sa’id Al-Khudzri rodhiallohu ‘anhu berkata, “Kami dulu berperang bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam di bulan Romadhon. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. Orang yang berpuasa tidak memarahi orang yang tidak berpuasa begitu pula sebaliknya. Kami berpendapat bahwa barang siapa yang merasa mampu kemudian berpuasa maka hal itu baik. Dan kami juga berpendapat bahwa barang siapa yang merasa lemah kemudian tidak berpuasa maka hal itu juga baik.” (Shohih. Shohih Tirmidzi)
Adapun tentang tidak wajibnya berpuasa bagi wanita yang sedang haid dan nifas adalah karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah jika wanita sedang haid tidak boleh sholat dan berpuasa? Maka itulah kekurangan agamanya.” (HR. Bukhori)
Jika wanita yang sedang haid dan nifas berpuasa, maka puasanya tidak sah. Karena suci dari haid dan nifas termasuk salah satu syarat puasa sehingga wajib bagi keduanya untuk meng-qodho’ puasanya. ‘Aisyah rodhiallohu ‘anha berkata, “Dulu kami mengalami haid di masa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Maka kami diperintahkan untuk meng-qodho’ puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qodho’ sholat.” (Shohih. Shohih Tirmidzi)
Kewajiban Bagi Laki-Laki dan Wanita yang Sudah Tua Serta Orang Sakit yang Tidak Dapat Diharapkan Lagi Kesembuhannya
Bagi yang tidak mampu berpuasa karena sudah tua atau sejenisnya maka boleh untuk berbuka dengan memberi makan bagi orang miskin setiap hari yang dia tidak berpuasa karena firman Alloh Ta’ala,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqoroh: 184)
Wanita Hamil dan Menyusui
Jika wanita hamil dan menyusui tidak mampu berpuasa atau khawatir terhadap anaknya jika berpuasa, maka boleh bagi keduanya untuk berbuka. Dan wajib bagi keduanya untuk membayar fidyah namun tidak ada kewajiban qodho’ bagi keduanya.
Ukuran Makanan yang Wajib Diberikan
Dari Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu, “Sesungguhnya dia tidak mampu untuk berpuasa Ramadhan pada suatu tahun. Kemudian dia membuat roti dalam satu piring besar dan memanggil 30 orang miskin dan membuat mereka semua kenyang.” (Sanadnya Shohih. Al Irwa’)
Rukun-Rukun Puasa
Pertama, Niat. Karena sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Niat harus dilakukan setiap malam sebelum terbit fajar karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak niat berpuasa sebelum fajar terbit maka puasanya tidak sah’.” (Shohih, Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir)
Kedua, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.
Alloh Ta’ala berfirman,
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Alloh untukmu, dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqoroh: 187)
Hal-Hal yang Membatalkan Puasa Ada Enam Perkara
Pertama dan Kedua, makan dan minum dengan sengaja. Jika seseorang makan atau minum dalam keadaan lupa maka tidak ada qodho’ baginya dan juga tidak membayar kaffaroh/denda.
Ketiga, muntah dengan sengaja. Jika muntah dengan tidak sengaja maka tidak ada kewajiban qodho’ dan tidak perlu membayar kafaroh.
Keempat dan Kelima, haid dan nifas meskipun menjelang berbuka puasa mengingat adanya kesepakatan ulama tentang hal tersebut.
Keenam, hubungan suami istri. Orang yang melakukannya wajib untuk membayar kaffaroh: Memerdekakan budak jika punya, jika tidak maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin. (Muttafaqun ‘alaih)
Adab-Adab Puasa
Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk memperhatikan adab-adab berikut ini:
Pertama, makan sahur. Dianjurkan pula untuk mengakhirkan makan sahur.
Dari Anas rodhiallohu ‘anhu dari Zaid bin Tsabit rodhiallohu ‘anhu berkata, “Kami makan sahur bersama Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kemudian melaksanakan sholat.” Aku (Anas) berkata, “Berapa lama antara iqomah dan makan sahur?” Zaid bin Tsabit rodhiallohu ‘anhu berkata, “Jangka waktu untuk membaca Al Quran 50 ayat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Jika azan terdengar sedangkan makanan dan minuman masih berada di tangan, maka boleh untuk meneruskan makan dan minum.
Kedua, menahan diri dari kata-kata sia-sia dan kotor/menjijikkan dan sejenisnya yang bertentangan dengan puasa.
Ketiga, dermawan dan mempelajari Al Quran.
Keempat, menyegerakan berbuka puasa.
Kelima, berbuka puasa secara sederhana dengan hal-hal yang disebutkan dalam hadits berikut.
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah sebelum sholat. Jika tidak ada kurma basah maka beliau berbuka dengan kurma kering. Jika tidak ada kurma kering maka beliau minum beberapa teguk air.” (Hasan Shohih. HR. Abu Daud, Tirmidzi)
Keenam, berdoa pada saat berbuka sesuai dengan hadits berikut.
“Apabila Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berbuka beliau berdoa yang artinya, ‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, pahala telah ditetapkan, Insyaa Alloh.’” (Hasan. Shohih Sunan Abu Daud)
Hal-Hal yang Diperbolehkan Ketika Berpuasa
Pertama, mandi untuk menyegarkan badan.
Kedua, berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung namun tidak berlebihan.
Ketiga, berbekam. Hukumnya berubah menjadi makruh jika khawatir dirinya menjadi lemah. Yang dihukumi sama dengan bekam adalah donor darah. Jika orang yang ingin mendonorkan darahnya merasa khawatir menjadi lemas maka tidak boleh mendonorkan darah ketika siang hari kecuali sangat dibutuhkan.
Keempat, mencium dan bercumbu dengan istri bagi yang mampu menahan dirinya.
Kelima, dalam keadaan junub ketika sudah terbit fajar.
Keenam, menyatukan sahur dan berbuka.
Ketujuh, menggosok gigi, memakai minyak wangi, minyak rambut, celak mata, obat tetes mata dan suntik.
Dasar dibolehkannya perkara-perkara tersebut adalah kaidah baroo’ah ashliyyah (seseorang terbebas dari suatu hukum sampai ada dalil, pent) Seandainya perkara-perkara itu termasuk perkara yang diharamkan ketika berpuasa niscaya Alloh dan Rosul-Nya akan menjelaskannya.
Alloh berfirman,
وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيّاً
“Dan tidaklah Robb kalian itu lupa.” (QS. Maryam: 64)
I’tikaf
I’tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon adalah sunnah yang sangat dianjurkan untuk mencari kebaikan dan mencari malam Lailatul Qodar.
‘Aisyah berkata, “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir pada bulan Romadhon. Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Carilah malam Lailatul Qodar di sepuluh hari terakhir bulan Romadhon.’” (HR. Bukhori). ‘Aisyah juga berkata, “Carilah malam Lailatul Qodar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Romadhon.” (Muttafaq ‘alaih)
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga mendorong dan memotivasi umatnya untuk mencarinya. Abu Huroiroh rodhiallohu ‘anhu berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melaksanakan sholat pada malam Qodar karena keimanan dan mengharap pahala dari Alloh, maka dosanya yang telah lalu pasti diampuni.” (Muttafaqun ‘alaih)
I’tikaf tidak boleh dilakukan kecuali di dalam masjid karena firman Alloh Ta’ala,
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan janganlah kamu campuri mereka itu, pada saat kamu ber-i’tikaf di dalam masjid.” (QS. Al Baqoroh: 187)
Dan juga karena masjid adalah tempat Nabi bert-i’tikaf.
Dianjurkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan dirinya dengan amal ketaatan kepada Alloh seperti sholat; membaca Al Quran; berzikir, sholawat kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam; dan sebagainya.
Dimakruhkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan dirinya dengan perkataan atau perbuatan yang tidak ada manfaatnya. Sebagaimana dimakruhkan pula menahan diri dari berbicara karena menyangka bahwa hal tersebut mendekatkan diri kepada Alloh ‘Azza wa Jalla. (Fiqh Sunnah).
Dan diperbolehkan untuk keluar dari tempat beri’tikaf karena ada kebutuhan yang harus dilaksanakan. Sebagaimana diperbolehkan juga untuk menyisir rambut, mencukur rambut kepala, memotong kuku dan membersihkan badan. I’tikaf batal apabila seseorang keluar tanpa ada keperluan atau berhubungan suami istri. Alhamdulillaahilladzii bi ni’matihi tatimmush shoolihaat.
(Diringkas dari kitab Al Wajiiz fii Fiqhi Sunnati wal Kitaabil ‘Aziiz Kitab Shiyaam, karya Syaikh Abdul ‘Azhim Badawi Al Kholafi hafizhohullohu)
***
Penulis: Abu Ibrahim Muhammad Saifuddin Hakim (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
ramadhan kali ini harus lebih baik
Berlomba-lombalah dalam beramal dan beribadah....
Selasa, 17 Juni 2008
Nasihat
Wuhaib bin Ward: Sikap zuhud di dunia adalah dengan tidak sedih terhadap sesuatu yang hilang dan terlalu gembira dengan sesuatu yang didapatkan. (Hilayatul Auliyaa’)
Yahya bin Mu’adz berkata, “Obat sakitnya hati ada lima: membaca Qur’an dengan merenunginya, mengosongkan perut, melaksanakan sholat malam,ketundukan pada waktu sahur, dan menemani orang shalih.” Ya Akhi…sudahkah kita mengobati hati yang sakit ini?
3 hal dalam hidup yang jangan disiakan: Waktu, Usia, Kesempatan.
3 hal dalam kehidupan jangan sampai hilang: Iman, Kehormatan, Optimisme.
3 hal yang berharga: kejujuran, Kepercayaan, Persahabatan.
Syaikh Sa’id al Qahthani rahimahullah berkata, “Aku sadar hidup ini sebuah perjalanan panjang... Oleh sebab itu, aku harus mencari teman yang baik dalam perjalanan.”
Allah Ta’ala menyempitkan dunia bagi orang-orang yang shalih dan melapangkannya bagi musuh-musuh-Nya, dimana musuh-musuh-Nya mengira bahwa itu adalah karunia dari-Nya. Mereka lupa apa yang telah Allah takdirkan terhadap Rasul-Nya, beliau mengikatkan batu di perut-Nya karena menahan lapar.
Tsabbataballahu waiyyak. Rafa’akallahu darajaat bil ibtilaa’. Akhil kariim, berbaiksangkalah kepada Allah, sungguh Allah tidak menyia-nyiakan amal orang yang berbuat shalih.
Qola Imam Syafi’i, “Saya mencintai orang-orang shalih walaupun saya tidak seperti mereka. Semoga dengan mencintai mereka saya mendapat syafaat-Nya…”
Ajaban liamril mu’min. Inna amrohu kuliah khairun. Inna ashobathu sarraa u syakaro fa kaana khairan lah, wa in ashobathu dharra u shabarafa kaanakhairan lah. Wa laysa dzalika li ahadin illa lil mu’min. Sungguh menakjubkan perkara seorang mu’min, semua perkaranya adalah baik. Jika mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka halitu baik baginya. Jika mendapatkan kesulitan dia bersabar, maka hal itu baik baginya. Dan hal itu tidak terdapat kecuali pada diri seorang mu’min.
Barangsiapa yang bertaqwa dan bersabar, Allah tidak akan menyia-nyiakan pahalanya. Antum sudah hafal hadits dunia adalah neraka bagi orang mukmin? Ayo dihafal, orang Yahudi aja hafal kok...
Sabtu, 12 April 2008
Al Qur'an
Kamis, 12 2008 l Disadur sesuai dengan aslinya dari www.muslim.or.id | |
Tafsir Basmalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin berkata: "Tafsirnya adalah: Sesungguhnya seorang insan meminta tolong dengan perantara semua Nama Allah. Kami katakan: yang dimaksud adalah setiap nama yang Allah punya. Kami menyimpulkan hal itu dari ungkapan isim (nama) yang berbentuk mufrad (tunggal) dan mudhaf (disandarkan) maka bermakna umum. Seorang yang membaca basmalah bertawassul kepada Allah ta'ala dengan menyebutkan sifat rahmah. Karena sifat rahmah akan membantu insan untuk melakukan amalnya. Dan orang yang membaca basmalah ingin meminta tolong dengan perantara nama-nama Allah untuk memudahkan amal-amalnya." (Shifatush Shalah, hal. 64). Kitabullah Diawali Basmalah Penulisan Al-Qur'an diawali dengan basmalah. Hal itu telah ditegaskan tidak hanya oleh seorang ulama, di antara mereka adalah Al Qurthuby yarhamuhullah di dalam tafsirnya. Beliau menyebutkan bahwa para sahabat radhiyallahu 'anhum telah sepakat menjadikan basmalah tertulis sebagai ayat permulaan dalam Al-Qur'an, inilah kesepakatan mereka yang menjadi permanen -semoga Allah meridhai mereka- dan Al Hafizh Ibnu Hajar yarhamuhullah pun menyebutkan pernyataan serupa di dalam Fathul Baari (Ad Dalaa'il Wal Isyaaraat 'ala Kasyfi Syubuhaat, hal. 9). Teladan Nabi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila menulis surat memulai dengan bismillaahirrahmaanirrahiim (lihat Shahih Bukhari 4/402 Kitabul Jihad Bab Du'a Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ilal Islam wa Nubuwah wa 'an laa Yattakhidza Ba'dhuhum Ba'dhan Arbaaban min duunillaah wa Qauluhu ta'ala Maa kaana libasyarin 'an yu'tiyahullaahu 'ilman ila akhiril ayah, Fathul Bari 6/109 lihatlah perincian tentang hal ini di dalam Zaadul Ma'aad fii Hadyi Khairil 'Ibaad karya Ibnul Qayyim 3/688-696, beliau menceritakan surat menyurat Nabi kepada para raja dan lain sebagainya (Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 17). Di dalam Kitab Bad'ul Wahyi Imam Bukhari menyebutkan hadits: "Bismillahirrahmaanirrahiim min Muhammadin 'Abdillah wa Rasuulihi ila Hiraqla 'Azhiimir Ruum..." (Shahih Bukhari no. 7, Shahih Muslim no. 1773 dari hadits Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma, lihat Hushuulul Ma'muul, hal. 9, lihat juga Ad Dalaa'il Wal Isyaaraat 'ala Kasyfi Syubuhaat, hal. 9). Hadits Tentang Keutamaan Basmalah Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata: "Adapun hadits-hadits qauliyah tentang masalah basmalah, seperti hadits, 'Kullu amrin dzii baalin laa yubda'u fiihi bibismillaahi fahuwa abtar.' hadits-hadits tersebut adalah hadits yang dilemahkan oleh para ulama." Hadits ini dikeluarkan oleh Al Khathib dalam Al Jami' (2/69,70), As Subki dalam Thabaqaat Syafi'iyah Al Kubra, muqaddimah hal. 12 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, tetapi hadits itu adalah hadits dha'ifun jiddan (sangat lemah) karena ia merupakan salah satu riwayat Ahmad bin Muhammad bin Imran yang dikenal dengan panggilan Ibnul Jundi. Al Khathib berkata di dalam Tarikh-nya (5/77): 'Orang ini dilemahkan riwayat-riwayatnya dan ada celaan pada madzhabnya.' Maksudnya: karena ia cenderung pada ajaran Syi'ah. Ibnu 'Iraq berkata di dalam Tanziihusy Syari'ah Al Marfuu'ah (1/33): 'Dia adalah pengikut Syi'ah. Ibnul Jauzi menuduhnya telah memalsukan hadits.' Hadits ini pun telah dinyatakan lemah oleh Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah sebagaimana dinukil dalam Futuhaat Rabbaniyah (3/290) silakan periksa Hushuulul Ma'muul, hal. 9). Adapun hadits: 'Kullu amrin laa yubda'u fiihi bibismillaahiirahmaanirrahiim fahuwa ajdzam' adalah hadits dha'if, didha'ifkan Syaikh Al Albani dalam Dha'iful Jaami' 4217 (lihat catatan kaki Tafsir Al-Qur'an Al 'Azhim tahqiq Hani Al Hajj, 1/24). Hikmah Memulai dengan Basmalah Hikmah yang tersimpan dalam mengawali perbuatan dengan bismillahirrahmaanirraahiim adalah demi mencari barakah dengan membacanya. Karena ucapan ini adalah kalimat yang berbarakah, sehingga apabila disebutkan di permulaan kitab atau di awal risalah maka hal itu akan membuahkan barakah baginya. Selain itu di dalamnya juga terdapat permohonan pertolongan kepada Allah ta'ala (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 17). Selain itu basmalah termasuk pujian dan dzikir yang paling mulia (lihat Taudhihaat Al Kasdalamyifaat, hal. 48). Apakah Basmalah Termasuk Al Fatihah ? Syaikh Al 'Utsaimin berkata: "Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada di antara mereka yang berpendapat ia adalah termasuk ayat dari Al Fatihah dan dibaca dengan keras dalam shalat jahriyah (dibaca keras oleh imam) dan mereka berpandangan tidak sah orang yang shalat tanpa membaca basmalah karena ia termasuk surat Al Fatihah. Dan ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa ia bukan bagian dari Al Fatihah namun sebuah ayat tersendiri di dalam Kitabullah. Pendapat inilah yang benar. Dalilnya adalah nash serta konteks isi surat tersebut." Kemudian beliau merinci alasan beliau (lihat Tafsir Juz 'Amma, hal. 9 cet Darul Kutub 'Ilmiyah). Sahkah Shalat Tanpa Membaca Basmalah ? Dari Anas radhiyallahu 'anhu: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar mengawali shalat dengan membaca Alhamdulillaahi Rabbil 'aalamiin (Muttafaqun 'alaihi). Muslim menambahkan: Mereka semua tidak membaca bismillaahirrahmaanirrahiim di awal bacaan maupun di akhirnya. Sedangkan dalam riwayat Ahmad, Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah Anas berkata: Mereka semua tidak mengeraskan bacaan bismillaahirrahmaanirrahiim. Di dalam riwayat lainnya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah dengan kata-kata: Mereka semua membacanya dengan sirr (pelan) Diantara faidah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
Para imam yang empat berbeda pendapat tentang hukum membaca basmalah:
Kemudian Imam yang tiga (Abu Hanifah, Syafi'i dan Ahmad) berselisih tentang hukum membacanya:
Menjahrkan Basmalah dalam Shalat Jahriyah Syaikh Ibnu 'Utsaimin ditanya: Apakah hukum menjahrkan (mengeraskan bacaan) basmalah? Beliau menjawab: "Pendapat yang lebih kuat adalah mengeraskan bacaan basmalah itu tidak semestinya dilakukan dan yang sunnah adalah melirihkannya karena ia bukan bagian dari surat Al Fatihah. Akan tetapi jika ada orang yang terkadang membacanya dengan keras maka tidak mengapa. Bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa hendaknya memang dikeraskan kadang-kadang sebab adanya riwayat yang menceritakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengeraskannya (HR. Nasa'i di dalam Al Iftitah Bab Qiro'atu bismillahirrahmaanirrahiim (904), Ibnu Hibban 1788, Ibnu Khuzaimah 499, Daruquthni 1/305, Baihaqi 2/46,58) Akan tetapi hadits yang jelas terbukti keabsahannya menerangkan bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam biasa tidak mengeraskannya (berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu: Aku pernah shalat menjadi makmum di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, di belakang Abu Bakar, di belakang Umar dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang memperdengarkan bacaan bismillahirrahmanirrahiim (HR. Muslim dalam kitab Shalat Bab Hujjatu man Qoola la yajharu bil basmalah (399)) Akan tetapi apabila seandainya ada seseorang yang menjahrkannya dalam rangka melunakkan hati suatu kaum yang berpendapat jahr saya berharap hal itu tidak mengapa." (Fatawa Arkanil Islam, hal. 316-317) Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassaam mengatakan: "Syaikhul Islam mengatakan: Terus menerus mengeraskan bacaan (basmalah) adalah bid'ah dan bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan hadits-hadits yang menegaskan cara keras dalam membacanya semuanya adalah palsu." (Taudhihul Ahkaam, 1/414) Imam Ibnu Katsir mengatakan : "...para ulama sepakat menyatakan sah orang yang mengeraskan bacaan basmalah maupun yang melirihkannya..." (Tafsir Al-Qur'an Al 'Azhim, 1/22). *** Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi |
Senin, 31 Maret 2008
Kaidah
Ilmu, Amal, Dakwah dan Sabar
Penetapan kewajiban berilmu, beramal, berdakwah dan bersabar
Alloh berfirman yang artinya, "Demi masa, sesungguhnya seluruh manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shalih dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran" (Al Ashri : 1-3)
Imam Syafi'i mengatakan ‘Seandainya Alloh tidak menurunkan hujjah bagi makhluknya kecuali surat ini saja niscaya itu sudah mencukupi’. Syarat pertama manusia yang tidak merugi adalah mereka yang beriman. Sedangkan iman yang benar tidak akan dicapai kecuali dilandasi ilmu yang benar. Sehingga wajib bagi setiap orang untuk memiliki ilmu. Syarat kedua adalah beramal shalih. Amal shalih mencakup seluruh amal kebajikan, baik berupa amalan lahiriah seperti sholat maupun amalan batin seperti tawakkal, baik berupa perbuatan yang berkaitan dengan penunaian hak Alloh maupun hak para hamba-Nya yang wajib maupun yang sunnah. Syarat ketiga adalah saling menasihati dalam kebenaran, yaitu mengajak dan memberikan semangat dalam keimanan dan berbuat amal shalih. Syarat keempat adalah saling menasihati dalam kesabaran.
Ilmu dulu.... baru yang lain ….
Berilmu adalah kewajiban pertama kita sebelum melakukan segala sesuatu. Kita bisa membayangkan bagaimana kerusakan yang akan ditimbulkan oleh seorang yang tidak bisa mengendarai mobil yang nekad untuk mengendarainya. Maka jiwanya dan jiwa orang-orang yang ada dalam kendaraan tersebut bisa terancam. Maka dalam perkara agama, kerusakan yang ditimbulkan bukan sekedar mobil yang lecet, badan yang luka atau tewasnya satu-dua orang. Kerusakan yang ditimbulkan akibat perbuatan yang tidak dilandasi oleh ilmu diin, bahkan dapat mengakibatkan kebinasaan ummat manusia. Tidakkah kita melihat bagaimana Alloh ta'ala menghancurkan ummat-ummat terdahulu karena perbuatan syirik yang mereka lakukan. Sedangkan kesyirikan adalah kebodohan yang paling besar.
Imam Bukhori rohimahulloh membuat suatu bab dalam kitab shahihnya yaitu "Bab Ilmu Sebelum Perkataan dan Perbuatan". Beliau berdalil dengan firman Alloh ta'ala, "Maka ketahuilah bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Alloh dan mohon ampunlah atas dosa-dosamu" (Muhammad : 19). Alloh memulai ayat ini dengan perintah untuk berilmu terlebih dahulu sebelum kita mengatakan kalimat tauhid dan memohon ampun pada Alloh ta'ala. Hal ini dapat difahami bahwasanya perkataan dan amal shalih kita yang tidak sesuai dengan syari'at Islam tidak mungkin diterima oleh Alloh ta'ala. Dan seseorang tidak mungkin mengetahui apakah amal perbuatannya sesuai dengan syariat atau tidak kecuali dengan ilmu.
Amal sebagai konsekwensi ilmu.
Ketika kita telah mengetahui pentingnya ilmu, maka sebagai buah dan konsekwensi dari ilmu tersebut adalah beramal. Kita bisa bayangkan jika ada seorang yang sudah menguasai teori berlalu-lintas, menguasai teori dan trik-trik mengendarai kendaraan agar cepat dan selamat namun dia tidak mau mengendarai kendaraan tersebut. Apakah teori tersebut bermanfaat bagi dirinya? Begitupula ilmu agama yang telah kita pelajari tanpa kita amalkan maka tidak akan bermanfaat bagi kita karena Alloh akan menghisab tentang apa yang kita amalkan disamping apa yang kita ketahui. Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu maka ia telah menyerupai kaum Nasrani dan barangsiapa yang berilmu tanpa mengamalkannya maka ia telah menyerupai kaum Yahudi.
Kiranya cukup bagi kita peringatan yang disampaikan oleh Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam tentang orang yang tidak mengamalkan ilmunya. "Didatangkan seseorang pada hari kiamat kemudian dia dilemparkan ke neraka sehingga terurai ususnya dan dia berputar sebagaimana kedelai berputar pada penggilingan. Kemudian berkumpullah para penghuni neraka disekelilingnya dan berkata, “Wahai fulan, apa yang menimpamu? Bukankah kamu dulu menyuruh kamu untuk berbuat baik dan mencegah kami dari kemungkaran?” Kemudian orang tersebut berkata, “Dahulu aku menyuruh beruat kebaikan tapi aku tidak melakukannya dan aku mencegah perbuatan munkar namun namun aku melakukannya" (HR Bukhori dan Muslim dari Usamah din Zaid).
Dakwah Ilalloh untuk memperbaiki ummat
Pembaca yang budiman, kewajiban kita setelah berilmu dan beramal adalah mendakwahi manusia agar kembali ke jalan Alloh ta'ala. Dengan ilmu dan amal shalih kita menyempurnakan diri kita sedangkan dengan dakwah terwujudlah perbaikan di tengah-tengah ummat. Maka dengan ketiga hal ini selamatlah seseorang dari kerugian sebagaimana yang dijanjikan oleh Alloh ta'ala.
Dakwah ilalloh harus dilandasi keikhlashan hanya mengharapkan wajah Alloh ta'ala, bukan untuk kepentingan pribadi, golongan, partai apalagi berdakwah hanya sekedar untuk sukses meraih kursi pemerintahan wal'iyadzubillah. Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman, "Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" (An Nahl : 125).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin menyebutkan bahwa ilmu dan bashirah yang dibutuhkan dalam dakwah adalah pengetahuan tentang hukum syar'i, pengetahuan tentang cara berdakwah dan pengetahuan tentang keadaan obyek dakwah.
Marilah kita lihat bagaimana metode Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam dalam memerintahkan para shahabatnya untuk menjadikan tauhid sebagai prioritas utama dalam dakwah ketika mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda, "Maka hendaklah hal pertama yang kamu sampaikan pada mereka adalah syahadat Laa ilaha Illallah (dalam riwayat lain, supaya mereka mentauhidkan Alloh)". (HR Bukhori dan Muslim)
Sabar, kunci akhir kebahagiaan…
Setelah kita mengetahui tiga kunci kebahagiaan berupa kewajiban berilmu, beramal dan berdakwah, maka kunci terakhir adalah kesabaran dalam menjalankan ketiga hal tadi. Alloh ta'ala menggambarkan kesabaran utusan-Nya dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya telah didustakan rosul-rosul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan terhadap mereka, sampai datang pertolongan Alloh kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat Alloh. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rosul-rosul itu." (Al An'aam : 34)
Sabar ada tiga keadaan. Pertama sabar dalam menjalankan ketaatan pada Alloh ta'ala, kedua sabar dalam menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Alloh dan ketiga sabar terhadap takdir Alloh yang terasa menyakitkan.
Pembaca yang budiman, demikianlah empat kunci kebahagiaan yang dapat menyelamatkan kita dari kerugian dunia dan akhirat, yaitu ilmu, amal shalih, dakwah dan sabar. Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala menjadikan kita hamba yang senantiasa bersemangat untuk menuntut ilmu agama, memudahkan kita untuk mengamalkan apa yang telah kita ilmui, memberikan kita semangat untuk mendakwahkan kebenaran, dan menjaga kita untuk senantiasa ikhlash dalam berbuat dan senantiasa menjadi hamba yang bersabar. Amiin yaa mujibba saailin… (Amrullah Abu Fatah Al Bakasy).
Minggu, 30 Maret 2008
Aqidah
Ahad, 30 Maret 2008 l Disadur sesuai dengan aslinya dari www.muslim.or.id | |
Beriman kepada Takdir Kaum muslimin yang semoga dimuliakan oleh Allah ta'ala, salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap muslim adalah beriman kepada takdir baik maupun buruk. Perlu diketahui bahwa beriman kepada takdir ada empat tingkatan:
Dalil dari tingkatan pertama dan kedua di atas adalah firman Allah ta'ala (yang artinya), "Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." (QS. Al Hajj [22]: 70). Kemudian dalil dari tingkatan ketiga di atas adalah firman Allah (yang artinya), "Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (QS. At Takwir [81]: 29). Sedangkan untuk tingkatan keempat, dalilnya adalah firman Allah (yang artinya), "Allah menciptakan kamu dan apa saja yang kamu perbuat." (QS. Ash-Shaffaat [37]: 96). Pada ayat 'Wa ma ta'malun' (dan apa saja yang kamu perbuat) menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Macam-Macam Takdir Takdir itu ada 2 macam: [1] Takdir umum mencakup segala yang ada. Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh. Dan Allah telah mencatat takdir segala sesuatu hingga hari kiamat. Takdir ini umum bagi seluruh makhluk. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah qalam (pena). Allah berfirman kepada qalam tersebut, "Tulislah". Kemudian qalam berkata, "Wahai Rabbku, apa yang akan aku tulis?" Allah berfirman, "Tulislah takdir segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat." (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho'if Sunan Abi Daud). [2] Takdir yang merupakan rincian dari takdir yang umum. Takdir ini terdiri dari: (a) Takdir 'Umri yaitu takdir sebagaimana terdapat pada hadits Ibnu Mas'ud, di mana janin yang sudah ditiupkan ruh di dalam rahim ibunya akan ditetapkan mengenai 4 hal: (1) rizki, (2) ajal, (3) amal, dan (4) sengsara atau berbahagia. (b) Takdir Tahunan yaitu takdir yang ditetapkan pada malam lailatul qadar mengenai kejadian dalam setahun. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (QS. Ad Dukhan [44]: 4). Ibnu Abbas mengatakan, "Pada malam lailatul qadar, ditulis pada ummul kitab segala kebaikan, keburukan, rizki dan ajal yang terjadi dalam setahun." (Lihat Ma'alimut Tanzil, Tafsir Al Baghowi) Seorang muslim harus beriman dengan takdir yang umum dan terperinci ini. Barangsiapa yang mengingkari sedikit saja dari keduanya, maka dia tidak beriman kepada takdir. Dan berarti dia telah mengingkari salah satu rukun iman yang wajib diimani. Salah dalam Menyikapi Takdir Dalam menyikapi takdir Allah, ada yang mengingkari takdir dan ada pula yang terlalu berlebihan dalam menetapkannya. Yang pertama ini dikenal dengan Qodariyyah. Dan di dalamnya ada dua kelompok lagi. Kelompok pertama adalah yang paling ekstrem. Mereka mengingkari ilmu Allah terhadap segala sesuatu dan mengingkari pula apa yang telah Allah tulis di Lauhul Mahfuzh. Mereka mengatakan bahwa Allah memerintah dan melarang, namun Allah tidak mengetahui siapa yang taat dan berbuat maksiat. Perkara ini baru saja diketahui, tidak didahului oleh ilmu Allah dan takdirnya. Namun kelompok seperti ini sudah musnah dan tidak ada lagi. Kelompok kedua adalah yang menetapkan ilmu Allah, namun meniadakan masuknya perbuatan hamba pada takdir Allah. Mereka menganggap bahwa perbuatan hamba adalah makhluk yang berdiri sendiri, Allah tidak menciptakannya dan tidak pula menghendakinya. Inilah madzhab mu'tazilah. Kebalikan dari Qodariyyah adalah kelompok yang berlebihan dalam menetapkan takdir sehingga hamba seolah-olah dipaksa tanpa mempunyai kemampuan dan ikhtiyar (usaha) sama sekali. Mereka mengatakan bahwasanya hamba itu dipaksa untuk menuruti takdir. Oleh karena itu, kelompok ini dikenal dengan Jabariyyah. Keyakinan dua kelompok di atas adalah keyakinan yang salah sebagaimana ditunjukkan dalam banyak dalil. Di antaranya adalah firman Allah (yang artinya), "(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (QS. At Takwir [81]: 28-29). Ayat ini secara tegas membantah pendapat yang salah dari dua kelompok di atas. Pada ayat, "(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus" merupakan bantahan untuk jabariyyah karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak (pilihan) bagi hamba. Jadi manusia tidaklah dipaksa dan mereka berkehendak sendiri. Kemudian pada ayat selanjutnya, "Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam" merupakan bantahan untuk qodariyyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh dirinya sendiri tanpa tergantung pada kehendak Allah. Ini perkataan yang salah karena pada ayat tersebut, Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya. Keyakinan yang Benar dalam Mengimani Takdir Keyakinan yang benar adalah bahwa semua bentuk ketaatan, maksiat, kekufuran dan kerusakan terjadi dengan ketetapan Allah karena tidak ada pencipta selain Dia. Semua perbuatan hamba yang baik maupun yang buruk adalah termasuk makhluk Allah. Dan hamba tidaklah dipaksa dalam setiap yang dia kerjakan, bahkan hambalah yang memilih untuk melakukannya. As Safariny mengatakan, "Kesimpulannya bahwa mazhab ulama-ulama terdahulu (salaf) dan Ahlus Sunnah yang hakiki adalah meyakini bahwa Allah menciptakan kemampuan, kehendak, dan perbuatan hamba. Dan hambalah yang menjadi pelaku perbuatan yang dia lakukan secara hakiki. Dan Allah menjadikan hamba sebagai pelakunya, sebagaimana firman-Nya (yang artinya), "Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah" (QS. At Takwir [81]: 29). Maka dalam ayat ini Allah menetapkan kehendak hamba dan Allah mengabarkan bahwa kehendak hamba ini tidak terjadi kecuali dengan kehendak-Nya. Inilah dalil yang tegas yang dipilih oleh Ahlus Sunnah." Sebagian orang ada yang salah paham dalam memahami takdir. Mereka menyangka bahwa seseorang yang mengimani takdir itu hanya pasrah tanpa melakukan sebab sama sekali. Contohnya adalah seseorang yang meninggalkan istrinya berhari-hari untuk berdakwah keluar kota. Kemudian dia tidak meninggalkan sedikit pun harta untuk kehidupan istri dan anaknya. Lalu dia mengatakan, "Saya pasrah, biarkan Allah yang akan memberi rizki pada mereka". Sungguh ini adalah suatu kesalahan dalam memahami takdir. Ingatlah bahwa Allah memerintahkan kita untuk mengimani takdir-Nya, di samping itu Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita bermalas-malasan. Apabila kita telah mengambil sebab, namun kita mendapatkan hasil yang sebaliknya, maka kita tidak boleh berputus asa dan bersedih karena hal ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Allah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah pada Allah dan janganlah malas. Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata: 'Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu', tetapi katakanlah: 'Qodarollahu wa maa sya'a fa'al' (Ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) karena ucapan'seandainya' akan membuka (pintu) setan." (HR. Muslim) Buah dari Beriman kepada Takdir Di antara buah dari beriman kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hati menjadi tenang dan tidak pernah risau dalam menjalani hidup ini. Seseorang yang mengetahui bahwa musibah itu adalah takdir Allah, maka dia yakin bahwa hal itu pasti terjadi dan tidak mungkin seseorang pun lari darinya. Dari Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan pada anaknya, "Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Takdir itu demikian. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka." (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439) Maka apabila seseorang memahami takdir Allah dengan benar, tentu dia akan menyikapi segala musibah yang ada dengan tenang. Hal ini pasti berbeda dengan orang yang tidak beriman pada takdir dengan benar, yang sudah barang tentu akan merasa sedih dan gelisah dalam menghadapi musibah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk sabar dalam menghadapi segala cobaan yang merupakan takdir Allah. Ya Allah, kami meminta kepada-Mu surga serta perkataan dan amalan yang mendekatkan kami kepadanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka serta perkataan dan amalan yang dapat mengantarkan kami kepadanya. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, jadikanlah semua takdir yang Engkau tetapkan bagi kami adalah baik. Amin Ya Mujibbad Da'awat. [Sumber rujukan utama: [1] Al Irsyad ila Shohihil I'tiqod, Syaikh Fauzan Al Fauzan, [2] Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin] *** Disusun oleh: Muhammad Abduh Tuasikal |
pre-blogging
Setelah sekian lama off dari nge-blog, kangen rasanya untuk terjun kembali ke dunia maya. Tunggu contents yang akan saya sajikan. Semoga akan bermanfaat bagi pembaca semua, dan bagi diri saya sendiri terutama.
Selamat bergabung dan share our ideas.